Pages

Minggu, 11 Desember 2011

Anjuran Menuntut Ilmu Dalam Islam


Anjuran Menuntut Ilmu Dalam Islam
( Oleh Ahmad Aziz Fanani, M.Pd.I )

Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (QS Al mujadalah 11)
and
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
(QS. Al Alaq 1-5)

Islam merupakan agama yang punya perhatian besar kepada ilmu pengetahuan. Islam sangat menekankan umatnya untuk terus menuntut ilmu. Dalam surat Ar-Rahman, Allah menjelaskan bahwa diri-Nya adalah pengajar (‘Allamahu al-Bayan) bagi umat Islam. Dalam agama-agama lain selain Islam kita tidak akan menemukan bahwa wahyu pertama yang diturunkan adalah perintah untuk belajar. Ayat pertama yang diturunkan Allah adalah Surat Al-‘Alaq, di dalam ayat itu Allah memerintahan kita untuk membaca dan belajar. Allah mengajarkan kita dengan qalam – yang sering kita artikan dengan pena. Akan tetapi sebenarnya kata qalam juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang yang dapat dipergunakan untuk mentransfer ilmu kepada orang lain. Kata Qalam tidak diletakkan dalam pengertian yang sempit. Sehingga pada setiap zaman kata qalam dapat memiliki arti yang lebih banyak. Seperti pada zaman sekarang, komputer dan segala perangkatnya termasuk internet bisa diartikan sebagai penafsiran kata qalam.
Dalam surat Al-‘Alaq, Allah Swt memerintahkan kita agar menerangkan ilmu. Setelah itu kewajiban kedua adalah mentransfer ilmu tersebut kepada generasi berikutnya. Dalam hal pendidikan, ada dua kesimpulan yang dapat kita ambil dari firman Allah Swt tersebut; yaitu Pertama, kita belajar dan mendapatkan ilmu yang sebanyak-banyaknya. Kedua, berkenaan dengan penelitian yang dalam ayat tersebut digunakan kata qalam yang dapat kita artikan sebagai alat untuk mencatat dan meneliti yang nantinya akan menjadi warisan kita kepada generasi berikutnya. Dalam ajaran Islam, baik dalam ayat Qur’an maupun hadits, bahwa ilmu pengetahuan paling tinggi nilainya melebihi hal-hal lain. Bahkan sifat Allah Swt adalah Dia memiliki ilmu yang Maha Mengetahui. Seorang penyair besar Islam mengungkapkan bahwa kekuatan suatu bangsa berada pada ilmu. Saat ini kekuatan tidak bertumpu pada kekuatan fisik dan harta, tetapi kekuatan dalam hal ilmu pengetahuan. Orang yang tinggi di hadapan Allah Swt adalah mereka yang berilmu. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw menganjurkan kita untuk menuntut ilmu sampai ke liang lahat.
- Continue -

Sabtu, 10 Desember 2011

6 Syarat Menuntut Ilmu

6 Syarat Menuntut Ilmu
( Oleh Ahmad Aziz Fanani, M.Pd.I )
 
Menuntut ilmu hukumnya sangat wajib bagi setiap muslim yang berakal, baik miskin atau kaya, orang kampung atau pun orang kota, selama dia berakal sehat wajib hukumnya menuntut ilmu. Dikatakan dalam Hadis :
 
Menuntut ilmu itu sangat wajib bagi setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan” Al-Hadis
 
Dalam kajian hukum Islam, bahwa standar hidup yang ideal bagi manusia adalah Haddul Kifâyah, Lâ Haddul Kafaf (batas kecukupan, bukan batas pas-pasan)[1]. Dan kita tahu bahwa kewajiban dalam menuntut ilmu dimulai dari rahim ibu sampai liang lahat. Dengan demikian untuk memenuhi standar hidup yang ideal hendaknya tidak hanya pas-pasan. Dalam kitab “Ta’lim al-Muta’allim” yang ditulis oleh Imam Al-Zarnuji, beliau menulis bahwa syarat-syarat mencari ilmu ada 6, yaitu:

1. Cerdas
Cerdas adalah salah satu syarat untuk menuntut ilmu. Kecerdasan adalah bagian dari pengaruh keturunan jalur psikis. Dari ayah dan bunda yang cerdas akan lahir anak-anak yang cerdas, kecuali adanya sebab-sebab yang memungkinkan menjadi penghalang transformasi sifat-sifat tersebut baik situasi fisis maupun psikis. Sehat jasmani dan lemah jasmani, makanan bayi dalam kandungan maupun situasi psikis ayah bunda seperti semangat dan himmah menuntut ilmu, melakukan kejahatan, emosi, maupun warna pikiran akan ikut memberikan pengaruh yang besar bagi keturunan. Itulah buktinya bahwa dari ayah dan bunda yang sama akan lahir anak-anak dengan kondisi fisik, watak, sifat dan kecerdasan yang berbeda.
Tentang kaitan keturunan dengan ilmu pengetahuan maka kita perlu mengingat bahwa yang diturunkan dari orangtua adalah tingkat kecerdasannya saja bukan kekayaan ilmu pengetahuan. Kekayaan ilmu pengetahuan tidak ada jalan lain kecuali belajar dengan baik. Sabda nabi Saw:
Bahwasanya ilmu itu diperoleh dengan (melalui) belajar”. Al-Hadis
Dan yang menjadi masalah sekarang bagaimana anak yang cerdas (karena keturunan) tetapi tidak memiliki ketekunan dan kesungguhan dalam menuntut ilmu, jawabannya sudah pasti bahwa dia tidak akan menjadi orang pandai/‘Alim.
 
2.      Rakus
Rakus adalah (punya kemauan dan semangat untuk berusaha mencari ilmu)
“Kejarlah cita-citamu setinggi langit”. Peribahasa ini memberikan arti bercita-citalah setinggi-tingginya dan raihlah cita-cita itu sampai dimana pun. Peribahasa tersebut memberikan motivasi kepada kita untuk pantang menyerah mengejar cita-cita (pendidikan) kita. Orang yang menuntut ilmu haruslah seperti peribahasa di atas: “selalu berusaha dan berusaha menuntut ilmu untuk mencapai cita-cita yang tinggi”. Bahkan menurut Imam as-Syafi’i, dalam menuntut ilmu janganlah langsung merasa puas terhadap apa yang telah didapat dan jangan hanya menuntut ilmu di satu daerah saja.
Tidak cukup teman belajar di dalam negeri atau dalam satu negeri saja, tapi pergilah belajar di luar negeri, di sana banyak teman-teman baru pengganti teman sejawat lama, jangan takut sengsara, jangan takut menderita, kenikmatan hidup dapat dirasakan sesudah menderita.” (diambil dari kitab Sejarah Hidup dan Silsilah Syekh Kiyai Muhammad Nawawi Tanara Banten yang ditulis oleh H. Rofiuddin. Hal. 4).
Dan ada tiga kategori manusia: Berjaya: jika hari ini lebih baik dari kemarin, Terpedaya: hari ini sama seperti kemarin, Celaka: hari ini lebih buruk dari kemarin.
 
3.      Penuh Perjuanagan dan Sabar
Dikutip dari bukunya Prof. KH. Ali Yafie “Manusia dan Kehidupan” bahwa manusia pada hakekatnya dihadapkan kepada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab (tantangan). Seorang manusia harus mampu menjawab berbagai pertanyaan menyangkut kehidupannya yang terkait dengan berbagai tantangan dan persoalan. Seorang yang menuntut ilmu sudah barang tentu akan menghadapi macam-macam gangguan dan rintangan. Selain berusaha maka bersabarlah untuk menghadapi semuanya itu, dan perlu diketahui bahwa sabar adalah sebagian dari Iman, “As-Shobru mina al-îmân”. Dan Sabar disini mengandung arti tabah, tahan menghadapi cobaan atau menerima pada perkara yang tidak disenangi atau tidak mengenakan dengan ridha dan menyerahkan diri kepada Allah Swt. Sabda nabi Saw:
Bersabar adalah cahaya yang gilang-gemilang”.
Akan tetapi kesabaran disini harus diartikan dalam pengertian yang aktif bukan dalam pengertian yang pasif. Artinya nrimo (menerima) apa adanya tanpa usaha untuk memperbaiki keadaan. Sesuai ajaran agama pengertian sabar dan kata-kata sabar itu misalnya dapat ditemukan di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran. Yakni satu surat yang terdiri dari 200 ayat yang menjelaskan tentang keseluruhan perjuangan besar dan berat yang telah dilakukan rasulullah Saw sepanjang hidupnya dan itu semua direkam dalam Surat Ali Imran. Ada dua perjuangan berat dan sangat menentukan yaitu pertempuran badar dan uhud. Di dalamnya terdapat banyak kata-kata sabar, tetapi kata-kata sabar itu selalu diletakan dalam konteks perjuangan bukan dalam konteks seseorang ditimpa musibah. Dengan demikian dapat diperoleh gambaran dan kesimpulan pengertian bahwa sabar yang aktif itu artinya suatu mentalitas ketahanan belajar, memiliki mental yang kuat untuk tekun belajar dan berusaha keras seoptimal mungkin dengan penuh daya tahan, tidak jemu, tidak bermalas-malasan, tetapi belajar dengan penuh semangat. Selain itu, dalam belajar harus berkonsentrasi (Khudzurul Qalb) karena jika belajar pikirannya bercabang maka tidak bisa optimal. Salah satu bagian dari sabar adalah Khudzurul Qalb.
 
4.      Bekal (biaya)
Setiap perjuangan pasti ada pengorbanan, itulah logikanya, manusia menjalani hidup ini butuh pengorbanan begitupun menuntut ilmu. Biasanya, dalam hal biaya ini menjadi dalih masyarakat yang sangat utama dalam menuntut ilmu khususnya pada pendidikan formal. Sehingga ketika ditanya salah seorang yang tidak belajar di pendidikan formal misalnya, “kenapa kamu atau dia tidak sekolah?” jawabannya sungguh gampang sekali, “saya atau dia tidak sekolah karena tidak punya biaya.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan wajib hukumnya bagi setiap muslim, dan dijelaskan lagi dalam hadis “Tuntutlah ilmu mulai dari rahim ibu sampai liang lahat”. Dari hadis tersebut kita bisa mengetahui bahwa, seumur hidup kita wajib menuntut ilmu. Pendidikan bukan hanya pendidikan formal tetapi non formal pun ada. Rasul menjanjikan kepada para penuntut ilmu,
Sesungguhnya Allah pasti mencukupkan rezekinya bagi orang yang menuntut ilmu
Dalam lafal hadis di atas tertulis lafazh takaffala dengan menggunakan fi’il madhy yang aslinya mempunyai arti ‘telah mencukupkan’ yang “seolah-olah” sudah terjadi. Maka lafazh tersebut mempunyai makna pasti, asalkan dibarengi dengan keyakinan terhadap kekuasaan Allah. Dan yakinkanlah bagi para penuntut ilmu walaupun dengan segala kekurangan (biaya) pasti mampu atau bisa menyelesaikan pendidikan. Karena pasti akan ada jalan lain selama manusia berusaha dan yakin terhadap kekuasaan dan pertolongan Allah Al-Yaqinu Lâ Yuzâlu bi as-Syak Artinya: ”
keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keragu-raguan”. Dan akhirnya maka tidak ada alasan orang tidak bisa menuntut ilmu karena biaya, seperti keterangan sebelumnya carilah jalan lain, solusi lain untuk bisa menuntut ilmu.
 
5.      Bersahabat dengan Guru
Ilmu didapat dengan dua cara. Pertama dengan bil kasbi. Yakni didapat dengan cara usaha keras sebagaimana layaknya pencari ilmu biasa. Ia belajar menuntut ilmu dengan tekun belajar dari bimbingan yang benar. Kedua dengan bil kasyfi. Yakni dengan cara mendekatkan diri kepada Allah Swt secara total. Dengan kedekatannya kepada Allah Swt, Allah akan memberi apa yang ia minta. Cara ini adalah cara untuk orang khusus. Sebagai penuntut ilmu berusahalah semaksimal mungkin untuk dapat mengkorelasikan keduanya. Juga, berusaha semaksimal mungkin untuk mendapat petunjuk guru karena tanpa petunjuk guru dan tanpa taqarrub (ibadah mendekatkan diri) total kepada Allah bisa jadi ilmu tersebut datangnya dari iblis la’natullah ‘alaih. Profesionalisme guru artinya seorang guru harus mampu menguasai pelajaran sesuai dengan bidangnya.
Sebagai guru haruslah mempunyai sifat-sifat yang mencerminkan kemuliaan ilmu dan tabi’at (akhlaq) yang baik. Kita analogikan seorang petani profesional akan merawat tanamannya dari rumput pengganggu, ia akan membasmi hama dan penyakitnya. Demikian pula seorang pendidik haruslah membersihkan dirinya dari segala kebiasaan buruk dalam masyarakat. Ia akan tanggap dan waspada dengan para penyeru maksiat. Hendaklah ia membenahi dirinya sebelum ia menebarkan benih-benihnya. Ia harus menanamnya dalam lahan yang subur. Hendaklah ia menyibukkan diri dengan amal kebaikan, kesibukan-kesibukan akhirat yang akan menjadi tameng dari syahwat dan syubhat. Kemudian sebaik-baik pendidik adalah yang konsisten dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah yang tercermin lewat akhlak dan amalan-amalannya yang shalih. Cerdas dalam mendeteksi penyakit hati serta berpengalaman dalam mengobatinya, remaja yang tumbuh dari pendidikan—tarbiyah—yang baik maka akan menjadi buah yang segar nan ranum. Ia bermanfaat bagi diri dan masyarakat sekitar.
Beberapa ciri-ciri tabi’at guru (pendidik) yang harus ditanamkan adalah sebagai berikut:
Mencintai pekerjaannya sebagai guru 
Adil terhadap semua murid 
Sabar dan tenang
 Berwibawa (dilihat dari ilmu dan taqwanya) serta kemampuan memengaruhi orang lain 
Selalu ikhlas mendoakan muridnya 
Berusaha ikhlas mengajarkan ilmunya.
 
6.      Waktu yang lama
Maksudnya selesaikanlah pendidikan itu samapai tuntas, jangan sampai berhenti di tengah jalan.

Selasa, 06 Desember 2011

Konsep Penelitian dan Jenis-Jenis Penelitian


KONSEP PENELITIAN DAN JENIS-JENIS PENELITIAN
(Oleh Ahmad Aziz Fanani, S. Pd. I)
A.    Konsep Dasar Penelitian
  1. Konsep adalah istilah, terdiri dari satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide (gagasan) tertentu. Baley (1982) menyebutnya sebagai persepsi atau abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus. Contoh : volume, warna, atau belajar.
  2. Konstruk adalah konsep yang dapat diukur dan diamati. Mengubah konsep yang abstrak menjadi konstruk yang dapat diukur disebut operasionalisasi. Kata kerjanya mengoperasionalisasikan. Contoh : kesejahteraan sebagai konstruk adalah jumlah usia seorang, lapar sebagi konstruk adalah perasan sakit setelah tidak makan selama 24 jam, popularitas sebagai konstruk adalah jumlah pilihan sosiometri yang diterima seorang dari individu yang lain dari kelompoknya.
  3. Variabel adalah konstruk yang sifat-sifatnya sudah diberi nilai dalam bentuk bilangan atau konsep yang mempunyai dua nilai atau lebih pada suatu kontinum. Nilai suatu variabel dapat dinyatakan dengan angka atau kata-kata. Contoh : umur, kepadatan penduduk, jenis kelamin dan agama.
  4. Hipotesis adalah proposisi yang masih bersifat sementara dan masih harus diuji kebenarannya. Proposisi adalah pernyataan tentang suatu konsep.
  5. Pengukuran adalah penggunaan aturan untuk menetapkan bilangan pada objek atau peristiwa. (Iqbal Hasan, 2006:12-13)
Penelitian adalah penyaluran rasa ingin tahu manusia terhadap sesuatu/masalah dengan perlakuan tertentu (seperti memeriksa, mengusut, menela'ah, dan mempelajari secara cermat dan sungguh-sungguh) sehingga diperoleh sesuatu (seperti mencapai kebenaran, memperoleh jawaban atas masalah, pengembangan ilmu pengetahuan, dan sebagainya).
Dari pengertian di atas, terlihat bahwa penelitian memiliki beberapa komponen, yaitu :
  1. ada rasa ingin tahu dari manusia,
  2. ada sesuatu/masalah,
  3. ada proses atau usaha untuk menyelesaikan sesuatu/masalah, dan
  4. ada hasilnya, seperti mencapai kebenaran. (Iqbal Hasan, 2006:4)
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu : cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis berarti proses yang digunakan dalam penelitian it menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
Setiap penelitian mempunyai tujuan dan kegunaan tertentu. Secara umum tujuan penelitian ada 3 macam yaitu yang bersifat penemuan, pembuktian dan pengembangan. Penemuan berarti data yang diperoleh dari penelitian itu adalah data yang betul-betul baru yang sebelumnya belum pernah diketahui. Pembuktian berarti data yang diperoleh itu digunakan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap informasi atau pengetahuan tertentu, dan Pengembangan berarti memperdalam dan memperluas pengetahuan yang telah ada.
Melalui penelitian manusia dapat menggunakan hasilnya. Secara umum data yang telah diperoleh dari penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. Memahami berarti memperjelas suatu masalah atau informasi yang tidak diketahui dan selanjutnya menjadi tahu, memecahkan berarti meminimalkan atau menghilangkan masalah, dan mengantisipasi berarti mengupayakan agar masalah tidak terjadi. (Sugiyono, 2009:2-3)  
     
B.     Jenis-Jenis Penelitian
Jenis-jenis metode penelitian dapat diklasifikasikan berdasarkan : tujuan, tempat dan tingkat kealamiahan (natural setting) objek yang diteliti.
Berdasarkan tujuan, metode penelitian dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :
  1. Penelitian dasar (bassic research) adalah penelitian yang mempunyai alasan intelektual, dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan secara tidak langsung dapat digunakan dalam kurun waktu cukup lama.   
  2. Penelitian pengembangan (research and development) adalah penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan atau produk yang baru didapat dengan tujuan untuk mengurangi kegiatan penelitian dasar dan terapan ketujuan komersial.
  3. Penelitian terapan (applied research) adalah penelitian yang mempunyai alasan praktis untuk mengharapkan keuntungan, keinginan untuk mengetahui, bertujuan agar dapat melakukan sesuatu yang jauh lebih baik, lebih efektif, dan efisien.
Gay (1977) menyatakan bahwa sebenarnya sulit untuk membedakan antara penelitian murni (dasar) dan terapan secara terpisah, karena keduanya terletak pada satu garis kontinum. Penelitian dasar bertujuan untuk mengembangkan teori dan tidak memperhatikan kegunaan yang langsung bersifat praktis. Penelitian dasar pada umumnya dilakukan pada laboratorium yang kondisinya terkontrol dengan ketat. Penelitian terapan dilakuan dengan tujuan menerapkan, menguji, dan mengevaluasi kemampuan suatu teori yang diterapkan dalam memecahkan masalah-masalah praktis. Jadi penelitian murni atau dasar berkenaan dengan penemuan dan pengembangan ilmu. Setelah ilmu tersebut digunakan untuk memecahkan masalah, maka penelitian tersebut akan menjadi penelitian terapan.
Jujun S. Suriasumantri (1985) menyatakan bahwa penelitian dasar atau murni adalah penelitian yang bertujuan menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah diketahui, sedangkan penelitian terapan adalah bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan praktis.
Dalam bidang pendidikan, Borg dan Gall (1988) menyatakan bahwa, penelitian dan pengembangan merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran.
Penelitian dan pengembangan merupakan jembatan antara penelitian dasar dan penelitian terapan, dimana penelitian dasar bertujuan untuk menemukan pengetahuan yang secara praktis dapat diaplikasikan. Walaupun ada kalanya penelitian terapan juga untuk mengembangkan produk. Penelitian dan pengembangan bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan memvalidasi suatu produk. (Sugiyono, 2009:4-5)   
Berdasarkan tempat penelitian, penelitian dibedakan menjadi 3 yaitu :
  1. Penelitian lapangan (field research) adalah penelitian yang langsung dilakukan dilapangan atau pada responden dalam kehidupan yang sebenarnya. Penelitian lapangan ini pada hakekatnya merupakan metode untuk menemuan secara spesifik dan realis tentang apa yang sedang terjadi pada suatu saat ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
  2. Penelitian kepustakaan/perpustakaan (library research) adalah penelitian yang dilaksanakan dengan menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari peneliti terdahulu bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi. Pada hakekatnya data yang diperoleh dengan penelitian perpustakaan ini dapat dijadikan landasan dasar dan alat utama bagi pelaksanaan penelitian lapangan. Penelitian ini dikatakan juga sebagai penelitian yang membahas data-data sekunder.
  3. Penelitian laboratorium (laboratory research) adalah penelitian yang dilaksakan pada tempat tertentu (laboratorium) dan biasanya bersifat eksperimen atau percobaan. Tujuan dari penelitian laboratorium untuk ilmu pengetahuan sosial, ialah untuk mengumpulkan data mengadakan analisa, mengadakan test serta memberikan interpretasi terhadap sejumlah data, sehingga orang bisa meramalkan kecenderungan gerak dari satu gejala sosial dalam suatu masyarakat tertentu. (Mardalis, 2002:28-29)
Berdasarkan tingkat kealamiahan (natural setting), penelitian dibedakan menjadi 2 yaitu :
  1. Metode penelitian eksperimen adalah penelitian yang melakukan perubahan (ada perlakuan khusus) terhadap variabel-variabel yang diteliti atau metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh treatment (perlakuan) tertentu.
  2. Metode penelitian survey adalah penelitian dengan tidak melakukan perubahan (tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel-variabel yang diteliti dan digunakan untuk mendapatan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data. Penelitian survey memiliki beberapa jenis diantaranya yaitu :
a.       Penelitian penjajakan (eksploratif), penelitian ini sifatnya terbuka, masih mencari-cari. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan-hubungan baru yang terdapat pada suatu permasalahan yang luas dan kompleks dan juga untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya.
b.      Penelitian deskriptif, penelitian ini mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, termasuk tentang hubungan, kegiatan, sikap, pandangan, serta proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari suatu fenomena.
c.       Penelitian evaluatif, penelitian ini digunakan untuk mencari jawaban, sampai seberapa jauh tujuan yang digariskan pada awal program tercapai atau mempunyai tanda-tanda akan tercapai.
d.      Penelitian eksplanatif (penelitian penjelasan), penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan data yang sama dan bertujuan untuk menjelaskan apa-apa yang akan terjadi bila variabel-variabel tertentu dikontrol atau dimanipulasi secar tertentu.
e.       Penelitian prediksi, penelitian ini digunakan untuk meramalkan keadaan atau fenomena sosial tertentu, seperti pendapat umum mengenai keadaan sosial dan politik.
f.       Penelitian pengembangan sosial, penelitian ini dikembangkan berdasarkan survei-survei yang dilakukan secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Iqbal. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2006.
Mardalis. Metode Penelitian  Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2002.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung : Alfabeta. 2009.
Suharto, dkk. Perekayasaan Metodelogi Penelitian. Yogyakarta : Andi. 2004.




Pemikiran Al Qusyairi


PEMIKIRAN AL-QUSYAIRI
(Oleh Ahmad Aziz Fanani, S.Pd.I)

BAB I
PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang
               Tasawuf adalah ilmu yang membahas masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan melalui penyucian rohnya. Tujuan tasawuf adalah mendekatkan diri sedekat mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati bahkan rohnya dapat bersatu dengan Roh Tuhan.
               Dalam kaitan ini, menurut Amin Syukur, ada dua aliran dalam taswuf. Pertama, aliran tasawuf Sunni, yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan Al-Quran dan Al-Hadis secara ketat, serta mengaitkan keadaan dan tingkatan kepada dua sumber tersebut. Kedua, aliran tasawuf falsafi, yaitu tasawuf yang bercampur dengan aliran filsafat kompromi, dalam pemakaian terma-terma filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf. Oleh karena itu, tasawuf yang berbau filsafat ini tidak sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf dan juga tidak dapat sepenuhnya dikatakan sebagai filsafat.
   Dengan hal tersebut, Al-Qusyairi mengambil jalan tasawuf aliran sunni. Dengan tujuan untuk mengembalikan tasawuf ke landasan Ahlusunnah Wal Jamaah.    


I. 2. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana perjalanan hidup Al-Qusyairi?
  2. Apa ajaran yang  dibawa oleh Al-Qusyairi?

BAB II
PEMBAHASAN

II.1. BIOGRAFI AL-QUSYAIRI
Al-Qusyairi adalah salah seorang tokoh sufi utama dari abad kelima Hijriyah. Kedudukannya demikian penting mengingat karya-karyanya tentang para sufi dan tasawuf aliran sunni bada abad ketiga dan keempat Hijriyah, membuat terpeliharanya pendapat dan khasanah tasawuf pada masa itu, baik dari segi teoritis maupun praktis.
Al-Qusyairi adalah Abdul Karim ibn Hawazin ibn Abdul Malik ibn Thalhah bin Muhammad, nama kun-yahnya Abul Qasim. Beberapa gelar yang disandang oleh al-Qusyairi yaitu : Pertama, An-Naisaburi, sebuah gelar yang dinisbatkan pada nama kota Naisabur atau Syabur, salah satu ibu kota terbesar negara Islam pada abad pertengahan, di samping kota Balkh-Harrat dan Marw. Kedua, al-Qusyairi, nama Qusyairi adalah sebutan marga Sa’ad al-Asyirah al-Qahthaniyah. Mereka adalah sekelompok orang yang tinggal di pesisiran Hadramaut. Ketiga, al-Istiwa, orang-orang yang datang dari bangsa Arab yang memasuki daerah Khurasan dari daerah Ustawa, yaitu sebuah negara besar di wilayah pesisiran Naisabur, yang berhimpitan dengan batas wilayah Nasa. Keempat, Asy-Syafi’i sebuah penisbatan nama pada madzhab Syafi’i yang didirikan oleh al-Imam Muhammad ibn Idris ibn Syafi’i pada tahun 150-204 H/767-820 M. Kelima, al-Qusyairi memiliki gelar kehormatan, antara lain: al-Imam, al-Ustadz, asy-Syaikh, Zainul Islam, al-Jami’ baina Syari’ati wa al-Haqiqah (perhimpunan antara nilai syariat dan hakikat). Gelar-gelar ini diberikan sebagai wujud penghormatan atas kedudukan yang tinggi dalam bidang tasawuf dan ilmu pengetahuan di dunia Islam.
Al-Qusyairi lahir di Astawa pada bulan Rabi’ul Awal tahun 376 H/986 M. Ia mempunyai garis keturunan dari pihak ibu berporos pada moyang atau marga Sulami, paman dari pihak ibu, Abu Aqil al-Sulami termasuk para pembesar yang menguasai daerah Ustawa. Marga Al-Sulami sendiri dapat ditarik dari salah satu bangsa, yaitu : al-Sulami yang menisbatkan pada Sulaim dan al-Sulami yang dinisbatkan pada bani Salamah. Ia meninggal di Naisabur, Ahad pagi tanggal 16 Rabi’ul Akhir tahun 465 H/1073 M. Ketika beliau berumur 87 tahun. Jenazah beliau disemayamkan di sisi makam gurunya, Syaikh Abu Ali al-Daqaq. Beliau menjadi yatim ketika masih kecil, kemudian diasuh oleh Abul Qasim al-Yamany, sahabat karib keluarga Qusyairi.
Al-Qusyairi mempelajari fiqh kepada seorang faqih, Abu Bakr Muhammad bin Abu Bakr Ath-Thusi (w. tahun 405 H), dan mempelajari ilmu kalam serta ushul fiqh kepada Abu Bakr bin Farauk (w. tahun 406 H). Selain itu, ia pun menjadi seorang murid Abu Ishaq Al-Isfarayini (w. tahun 418 H) dan banyak menelaah karya Al-Baqillani. Dari situlah Al-Qusyairi berhasil menguasai doktrin Ahlussunah Wal Jama’ah yang dikembangkan oleh Al-Asy’ari dan muridnya. Al-Qusyairi adalah pembela paling tangguh aliran Karamiyyah, Mujassamah, dan Syi’ah. Karena tindakannya itu, ia mendapat serangan keras dan di penjara selama sebulan lebih atas perintsh Tughrul Bek karena hasutan seorang menterinya yang menganut aliran Mu’tazilah Rafidhah. Bencana yang menimpa dirinya itu, yang bermula tahun 445 H, diuraikannya dalam karyanya, Syikayah Ahl-Sunnah. Menurut Ibnu Khallikan, Al-Qusyairi adalah seorang yang mampu “mengompromikan syariat dengan hakikat”.
Pada masa itu, kondisi pemerintahan tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Pada penguasa dan staf-stafnya berlomba-lomba memperberat tingkat pungutan pajak. Hal ini sangat mempengaruhi pertumbuhan jiwa beliau untuk bercita-cita meringankan beban dari masyarakat. Beliau berpikiran pergi ke Naisabur untuk belajar hitung yang berkaitan pajak. Naisabur pada saat itu berposisi sebagai ibu kota Khurasan yang sebelumnya merupakan pusat tempat para ulama dan pengarang serta para pujangga. Sesampainya di Naisabur beliau belajar berbagai ilmu pengetahuan pada seorang guru yang dikenal sebagai Imam yaitu Abu Ali al-Hasan ibn Ali al-Naisabur dan lebih dikenal dengan al-Daqaq. Semenjak pertama kali mendengar fatwanya, beliau sudah mengaguminya. Sementara Syaikh al-Daqaq sendiri juga berfirasat bahwa pemuda ini seorang murid yang cerdas dan brilian. Karena itu, Syaikh al-Daqaq bermaksud mengajari dan menyibukkannya dengan berbagai bidang ilmu. Kenyataan ini membuat beliau mencabut cita-citanya semula, membuang pikiran yang berencana menguasai peran pemerintahan dan memilih thariqah sebagai garis perjuangan.
Beliau menikah dengan Fatimah, putri guru sejatinya (al-Daqaq). Dia seorang wanita berilmu, beradab, dan termasuk ahli zuhud yang diperhitungkan di zamannya. Beliau hidup bersamanya semenjak tahun 405 H/1014 M - 412 H/1021 M dan meninggalkan enam orang putra dan seorang putri. Kesemuanya adalah ahli ibadah. Al-Qusyairi berangkat haji dengan ulama-ulama terkemuka yang sangat dihormati pada waktu itu, di antaranya adalah Syaikh Abu Muhammad Abdullah ibn Yusuf al-Juwainy, salah seorang ulama tafsir, bahasa dan fiqh.
Beliau termasuk orang yang pandai menunggang kuda. Kepiawaiannya telah dibuktikan dalam berbagai lapangan pacuan kuda. Beliau juga seorang yang tangkas memainkan senjata. Permainannya benar-benar sangat mengagumkan. Ia mempunyai seekor kuda pemberian teman akrabnya, dan menggunakannya selama 20 tahun. Ketika beliau meninggal, kudanya ini sangat sedih, selama seminggu kuda tersebut tidak mau makan, sehingga akhirnya kuda tersebut meninggal karena sedih dan lapar.
Selain Abu Ali al-Hasan ibn Ali al-Naisaburi al-Daqaq. Al-Qusyairi pun mempunyai beberapa guru, antara lain: (1). Abu Abdurrahman Muhammad ibn al-Husin ibn Muhammad al-Azdi al-Sulami al-Naisaburi (325 H/936 M – 412 H/1012 M), seorang sejarahwan, ulama sufi sekaligus pengarang. (2). Abu Bakar Muhammad ibn al-Husain ibn Furak al-Anshari al-Ashbahani, meninggal tahun 406 H/1015 M, beliau seorang imam usul fiqh. (3). Abu Ishaq Ibrahim ibn Muhammad ibn Mahran al-Asfarayaini meninggal tahun 418 h/1027 M, seorang cendekiawan bidang fiqh dan usul fiqh yang besar di daerah Isfarayain. Kepadanya beliau belajar Ushuluddin. (4). Abu Manshur aliah Abdur Qahir ibn Muhammad al-Baghdadi al-Tamimi al-Asfarayaini, meninggal tahun 429 H/1037 M, kepadanya beliau belajar madzhab Syafi’i.
Dalam pengajaran, beliau memakai sistem majelis imla’ dan majelis tadzkir. Beliau mengadakan majelis imla’ bidang hadits di Baghdad pada tahun 432 H/1040 M, beberapa paradigma yang dibuatnya dilampiri sejumlah gubahan puisi religius. Kemudian menghentikan kegiatan ini dan pulang ke Naisabur tahun 455 H/1063 M, untuk merintis kegiatan semacamnya.
Beliau sebagaimana dikatakan oleh al-Subkhi adalah seorang ulama yang menguasai bidang ilmu, termasuk bahasa, sastra dan budaya. Karena itu beliau juga disebut seorang sastrawan sekaligus penulis. Ulama penyair ini banyak mengubah syair-syairnya secara improvisasi. Ali al-Bakhilzi banyak menyebut karya-karyanya dalam kitab Damiyatul al-Qashri.
Al-Qusyairi dapat mengarang dalam kitab-kitabnya yang berisi masalah tasawuf dan ilmu-ilmu Islam. Antara lain:
1.      Ahkam al-Syar’i
2.       Adab al-Shufiyah
3.      Al-Arba’un fi al-Hadits
4.      Istifadhah al-Muradat
5.      Balaghah al-Maqashid fi al-Tasawuf
6.      At-Tahbir fi Tadzkir
7.       Tartib al-Suluk, fi Thariqillahi Ta’ala
8.      Al-Tauhid al-Nabawi
9.      At-Taisir fi ‘Ilmi al-Tafsir
10.  Al-Jawahir
11.  Hayat al-Arwah dan al-Dalil ila Thariq al-Shalah
12.  Diwan al-Syi’ri
13.  Al-Dzikr wa al-Dzakir
14.  Al-Risalah al-Qusyairiyah fi ‘Ilmi al-Tasawuf
15.   Sirat al-Masayikh
16.   Syarâh Asma al-Husna
17.  Syikuyat Ahl al-Sunnah bi Hikayati ma Nalahun min al-Mihnah
18.  Uyun al-Ajwibah fi Ushul al-Asilah
19.  Lathaif al-Isyarat
20.  Al-Fushul fi al-Ushul
21.  Al-Luma’ fi al-I’tiqad
22.  Majalis Abi Ali al-Hasan al-Daqaq
23.  Al-Mi’raj
24.  Al-Munajah
25.   Mantsuru al-Khitab fi Syuhub al-Albab
26.  Nasikhu al-Hadits wa Mansukhuhu
27.  Nahw al-Qulub al-Shaghir
28.  Nahw al-Qulub al-Kabir
29.  Nukatu Uli al-Nuha

II. 2. AJARAN-AJARANNYA
Beberapa pandangan yang dikemukakan oleh al-Qusyairi berkaitan dengan tasawuf antara lain adalah Pertama, menolak terhadap para sufi Syatahi, yang mengucapkan ungkapan-ungkapan yang mengesankan terjadinya persatuan antara sifat-sifat ketuhanan dengan sifat-sifat kemanusiaan. Kedua, mengemukakan ketidaksetujuan terhadap para sufi pada masanya yang mempunyai kegemaran untuk mempergunakan pakaian-pakaian orang-orang miskin, tetapi perilakunya bertolak belakang dengan pakaian yang mereka kenakan.
Pendapat al-Qusyairi memberikan gambaran kepada kita bahwa tasawuf pada masanya dianggap telah menyimpang dari perkembangannya yang pertama, baik dari segi akidah, maupun dari segi moral dan tingkah laku. Al-Qusyairi ingin mengembalikan arah tasawuf pada doktrin ahl al-sunnah wa al-jamaah, yaitu dengan mengikuti para sufi Sunni pada abad ketiga dan keempat hijriyah. Usaha yang dilakukannya merupakan pembuka jalan bagi al-Ghazali yang berafiliasi pada aliran yang sama yaitu al-Asy’ariyah.
Al-Qusyairi berpendapat bahwa hal adalah sesuatu yang dirasakan manusia seperti rasa gembira, sedih, lapang, sempit, rindu, gelisah, takut, gemetar dan lain-lain, merupakan suatu pemberian atau karunia, sedangkan maqam diperoleh dari hasil usaha. Hal datang dari yang ada dengan sendirinya, sementara maqam terjadi karena pencurahan perjuangan yang terus menerus. Pemilik maqam memungkinkan menduduki maqamnya secara konstan, sementara pemilik hal sering mengalami naik turun (berubah-ubah).
Fana’ dipakai untuk menunjukkan keguguran sifat tercela, sedangkan baqa’ untuk menandakan sifat-sifat terpuji,
Beberapa maqam yang dikemukakan oleh al-Qusyairi yaitu :
1) Tobat adalah awal tempat pendakian orang-orang yang mendaki dan maqam pertama bagi sufi pemula. Kata tobat menurut bahasa berarti “kembali”, maka tobat artinya kembali dari sesuatu yang di cela dalam syari’at menuju sesuatu yang dipuji dalam syari’at.
2) Wara’ adalah meninggalkan hal-hal yang subhat.
3) Khalwah dan uzlah, khaliyah merupakan sifat ahli sufi, sedangkan uzlah merupakan bagian dari tanda bahwa seseorang bersambung dengan Allah SWT.

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Al-Qusyairi adalah salah seorang tokoh sufi utama dari abad kelima Hijriyah. Kedudukannya demikian penting mengingat karya-karyanya tentang para sufi dan tasawuf aliran sunni bada abad ketiga dan keempat Hijriyah, membuat terpeliharanya pendapat dan khasanah tasawuf pada masa itu, baik dari segi teoritis maupun praktis.
Ajaran yang dibawanya adalah Pertama, menolak terhadap para sufi Syatahi, yang mengucapkan ungkapan-ungkapan yang mengesankan terjadinya persatuan antara sifat-sifat ketuhanan dengan sifat-sifat kemanusiaan. Kedua, mengemukakan ketidaksetujuan terhadap para sufi pada masanya yang mempunyai kegemaran untuk mempergunakan pakaian-pakaian orang-orang miskin, tetapi perilakunya bertolak belakang dengan pakaian yang mereka kenakan.

DAFTAR PUSTAKA
Solihin, M, dan Anwar, Rosihon, Ilmu Tasawuf, Bandung: CV Pustaka Setia,  
      2008.
Imam al-Qusyairi an-Naisabury, Risalah al-Qusyairiyah, terj. Mohammad Luqman Hakiem, Surabaya: Risalah Gusti, 2000.
Abu al-Wafa al-Ghanami al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. Ahmad Rofi Ustmani, Bandung: Pustaka, 1985.
Umar Ismail Asep, dkk., Tasawuf, Pusat Studi Wanita UIN Jakarta, 2005.

Analisis Kebijakan Tentang Guru


ANALISIS KEBIJAKAN
PP NO. 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU
(Oleh Ahmad Aziz Fanani, S.Pd.I)

BAB I
PENDAHULUAN

I. Analisis Kebijakan Pendidikan Tentang Guru
A.    Latar Belakang
Bukan lagi sebuah hal yang diragukan jika keberhasilan suatu bangsa dapat dilihat dari kualitas pendidikan yang ada di Negara tersebut. Dan kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh faktor pendidik yang secara langsung berperan dalam penentu mutu pendidikan. Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah dimuka bumi juga sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu yang sanggup berdiri sendiri (Hamdani Ihsan, dkk, 2007:93).
Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa.
Demikian tugas guru sangat kompleks, pada umumnya maklum bahwa tugas kewajiban guru adalah mengajar, akan tetapi guru juga sebagai manajer. Tugas dan tanggung jawab jawab guru sebagai manajer adalah menguasai program pengajaran, menyusun program kegiatan mengajar, menyusun model satuan pelajaran dan pembagian waktu, dan melaksanakna tata usaha kelas, antara lain pencatatan data murid. (Suryobroto, 2004: 170) 
Oleh karena itu seorang guru dituntut untuk memenuhi standarisasi seorang guru seperti kualifikasinya dan kompetensinya secara tepat yang sesuai dangan kebijakan yang telah ditetapkan untuk menjadi guru yang profesional. Dalam meningkatkan kemampuan pendidik atau guru dan tenaga kependidikan yang lain, pemerintah Indonesia telah menunjukkan good will, dengan memperhatikan kesejahteraan melalui beberapa langkah antara lain, tunjangan fungsional dan subsidi tunjangan fungsional, peningkatan keprofessionalan dengan diadakan sertifikasi guru, dan kedudukan yang cukup tinggi untuk memperkuat peran mereka di sekolah.

B. Komposisi Isi
            Komposisi isi dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia no. 74 tahun 2008 tentang guru, yaitu:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.       Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah….
BAB II
KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI
Pasal 2
Guru wajib memiliki Kualifikasi Akademik, kompetensi, Sertifikat Pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Bagian Kesatu
Kompetensi
Pasal 3
(1) Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
(2) Kompetensi Guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

BAB III
HAK
Bagian Kesatu
Tunjangan Profesi
Pasal 15
(1) Tunjangan profesi diberikan kepada Guru yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. memiliki satu atau lebih Sertifikat Pendidik yang telah diberi satu nomor registrasi Guru oleh Departemen;
  2. memenuhi beban kerja sebagai Guru;
  3. mengajar sebagai Guru mata pelajaran dan/atau Guru kelas pada satuan pendidikan yang sesuai dengan peruntukan Sertifikat Pendidik yang dimilikinya;
  4. terdaftar pada Departemen sebagai Guru Tetap;
berusia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun; dan tidak terikat sebagai tenaga tetap pada instansi selain satuan pendidikan tempat bertugas.

BAB II
PEMBAHASAN
II. Komentar atau ulasan terkait peraturan pemerintah tentang Guru
A.    Tujuan atau Idealisasi peraturan pemerintah tentang Guru
Tujuan peraturan pemerintah tentang guru tidak lain dan tidak bukan adalah untuk meningkatkan mutu guru yang pada akhirnya pada mutu sekolah. Hal ini terlihat bahwa masih terdapat guru yang belum kompeten hingga yang terjadi adalah  penempatan guru bukan sesuai dengan profesinya.
Susilo, (2007: 26) memaparkan beberapa masalah yang ada pada negara Indonesia ini. Seacara umum guru merupakan salah satu faktor tinggi rendahnya pendidikan. Namun demikian, posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional, kepribadian, sosial, dan kesejahteraan.  Seiring bergulirnya arus globalisai yang lebih mengedepankan materi, profesi guru mulai mengalami pergeseran makna. Perubahan dan perkembangan masyarakat yang semakain maju menuntut profesi guru menyesuaikan diri dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Namun demikian dalam kenyataanya pengahargaan masyarakat terhadap guru belum seperti keinginan mereka tentang profesionalisme yang harus dimiliki guru. Akibatnya profesi guru menjadi tempat pelarian setelah orang-orang gagal memperoleh pekerjaan yang lebih menjamin kesejahteraan mereka. Dampak yang lebih paran lagi, banyak ditemukan guru yang banyak mengajar dengan asal mengajar dan tentunya belum layaak sebagai guru yang bermutu. Yang lebih lucunya sarjana ekonomi bisa mengajar bahasa indonesia, sarjana teknik elektro mengajar biologi dan kimia. Padahal mereka tidak sama sekali memiliki syarat keguruan, hanya mentransfer ilmu yang ada dibuku yang dipegangnya tanpa dibekali teori pedagogik yang mapan sehingga seringkali metode mengajarnya pun membuat siswa merasa jenuh dan bosan.

B. Konsep peraturan pemerintah tentang Guru
Konsep Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 tentang Guru peraturan pemerintah tentang Guru yang sebelumnya melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta. Secara legal formal yang guru adalah sesiapa yang memperoleh Surat Keputusan (SK), baik dari pemerintah maupun swasta untuk melaksanakan tugasnya, dan karena itu ia memiliki hak dan kewajiban untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan sekolah. Sedangkan menurut UU RI No. 14 Tahun 2005 (Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen) guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, an mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan Isi kedua-duanya hampir sama, hanya saja Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 tentang Guru lebih menfokuskan penjelasannya tentang guru secara menyeluruh.
Mengingat tugas guru yang demikian kompleksnya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus sebagai berikut:
a)      Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam
b)      Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya
c)      Menuntut tingkat pendidikan keguruan yang memadai
d)     Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya
e)      Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupannya.
Untuk itulah seorang guru harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk memenuhi panggilan tugasnya, baik berupa in-service training (diklat/penataran) maupun pre-service training (pendidikan keguruan secara formal).
Selain itu juga guru harus mempunya kompetensi yaitu kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

C.    Implementasi peraturan pemerintah tentang guru
Implementasi peraturan pemerintah ini sudah terimplementasikan oleh lembaga-lembaga pendidikan/sekolah dalam penerimaan guru. Hal ini terlihat banyak guru yang terdapat dalam lembaga sekolah yang sudah memiliki ijasah sarjana pendidikan. Akan tetapi masih ada praktik yang kurang tepat dalam hal ini, yaitu memanfaatkan ijasah sarjananya ataupun penumpukan sertifikat untuk mengikuti sertifikasi agar gaji ataupun mendapat tunjangan funsional. Padahal jika dilihat dari kompetensianya masih belum memehuhi persyaratan atau standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu pemerintah harus lebih peka melihat hal demikian, agar nantinya mutu seorang guru benar-benar nampak dan dipercaya oleh masyarakat.   

BAB III
KESIMPULAN

Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah dimuka bumi juga sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu yang sanggup berdiri sendiri.
Tugas guru sangat kompleks, pada umumnya maklum bahwa tugas kewajiban guru adalah mengajar, akan tetapi guru juga sebagai manajer. Tugas dan tanggung jawab jawab guru sebagai manajer adalah menguasai program pengajaran, menyusun program kegiatan mengajar, menyusun model satuan pelajaran dan pembagian waktu, dan melaksanakna tata usaha kelas, antara lain pencatatan data murid.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 tentang Guru bahwa pendidik harus mamiliki kualifikasi minimum dan sertifikat kompetensi guru. Kebijakan ini merupakan langkah yang baik oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu guru.

Daftar Pustaka

Ihsan, Hamdani, dkk. 2007. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : CV Pustaka Setia

Suryosubroto, 2004. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: PT Asdi Mahakarya

Susilo, Joko, M. 2007. Pembodohan Siswa Tersitematis. Yogyakarta: Pinus Book Publiser

Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dilengkapi PP RI Nomor 19mTentang Standar Nasional Pendidikan,  2007. Yogyakarta: Cemerlang Publiser